Fenomena Ketimpangan Ekonomi dalam Pandangan Fayakhun Andriadi



Belakangan ini, politisi Indonesia seringkali mendapatkan stigma kurang baik dari masyarakat. Meskipun mungkin hanya dilakukan oleh oknum tertentu, perilaku negatif para politisi di tanah air ini seolah telah menjauhkan mereka dari masyarakat. Meskipun demikian, tidak sedikit juga politisi yang memperhatikan nasib masyarakat kelas menengah ke bawah, salah satunya adalah Fayakhun Andriadi.
Dalam sebuah tulisannya di kopmpasiana.com, politisi muda yang juga Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta ini menyatakan bahwa bila dibandingkan dengan fenomena keberadaan para pengemis dan anak jalanan di negara-negara lain, kasus Indonesia memang cukup unik sekaligus juga mengkhawatirkan. Karena ia tak semata menyasar paradigma determinisme ekonomi seperti yang didengungkan para penganut aliran marxis. Dimana ekonomi merupakan faktor yang paling mendasar yang membuat seseorang menjadi marginal, miskin lalu kemudian hidup mengemis.
Ekonomi memang sedikit banyak telah berperan bagi lahirnya para pengemis dan anak jalanan lainnya, terutama dengan adanya krisis ekonomi pada akhir 97-an. Namun nyatanya ekonomi tak menjadi faktor tunggal yang determinan, ia diikuti oleh faktor budaya, struktur sosial (termasuk pemerintah) mental dan dinamika kehidupan keluarga. Disinilah signifikansi dari adagium ‘bangsa yang bermental pengemis’, karena begitu banyak orang yang lebih suka bergantung pada orang lain. Klaim ini tentu saja tak hanya menjadi milik para penganut determinisme ekonomi, tapi juga para penganut strukturalisme, karena ia amat terkait dengan struktur sosial yang ada dalam masyarakat. Untuk itu menjadi tak mengherankan bila begitu banyak penduduk Jakarta yang berprofesi sebagai pengemis. Di siang hari mereka terlihat compang-camping, kurus kering dan kumuh. Tiada daya selain menengadahkan tangan dan berharap ada orang yang tersentuh lalu tergerak untuk memberikan barang seratus dua ratus perak saja.
Saat matahari mulai beringsut dan hari pun berganti malam mereka kembali ke rumah masing-masing untuk menghitung dan menikmati hasil ngemisnya. Bagi mereka, tak masalah bila di siang hari miskin papa, asalkan di malam hari pulang membawa uang. Dalam konteks inilah Gubernur Fauzi Bowo semestinya lebih tanggap. Karena walau bagaimanapun anak merupakan potensi dan asset strategis penerus cita-cita bangsa, memiliki posisi dan peranan yang strategis dalam kelangsungan kehidupan bangsa dan negara. Kesalahan prosedur dan metode penanganan terhadap maraknya pengemis dari kalangan anak-anak ini saja sejatinya dianggap sebagai sebuah pelanggaran atas hak asasi manusia, apalagi dengan melakukan pembiaran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lima Model atau Bentuk Partisipasi Politik (bagian 3) Oleh: Fayakhun Andriadi

Dukungan Fayakhun Andriadi kepada Ahok